Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi 2

Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi, Santo Katolik


Lanjutan dari Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi 1

Iman tanpa tindakan?

Iman tanpa perbuatan pada dasarnya mati (Yak. 2:17). Pernyataan ini mengkritik orang yang hendak memisahkan antara iman dan perbuatan seakan-akan orang dapat beriman tanpa perbuatan, memang segala perbuatan baik kita tidak rencana timpang menjadi lebih berarti di mata Allah.

Kita tidak dapat memaksa Allah dengan perbuatan baik kita. Allahlah yang menyatakan kasih-Nya kepada kita, dan kita menanggapinya dengan iman.

Namun jangan selalu berpikir dengan mengatakan "ya Allah aku percaya akan kasih-Mu" meniadakan selalu perbuatan kita itu tidak mungkin. Surat tersebut sendiri menmbahkan, "Tunjukanlah kepadaKu imanmu itu tanpa perbuatan dan aku akan menunjukan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku."

Dengan kata lain bagaimana kita beriman, begitulah kita hidup, begitulah kita bertindak.

Sebagai Lex Orandi (Kaidah berdoa)

Gereja sebagai umat Allah yang dikepalai oleh Kristus - sudah sepantasnya mengekspresikan relasinya di dalam doa, dalam hal ini perayaan liturgi sebagai perayaan bersama. Kita hadir sebagai pribadi masuk ke dalam Perayaan Ekaristi, tapi kita tetap mengingatkan bahwa perayaan ini sebagai perayaan bersama.

Jadi karena doa tidak melulu berarti permohonan, maka perayaan liturgi juga tidak berarti doa permohonan, jangan juga pernah kita memahami liturgi hanya sebagai suatu hiburan emosional. Kita perhatikan struktur liturgi terutama Perayaan Ekaristi.

Di situ ada pembukaan, persiapan untuk membuka hati kepada Allah, mendengarkan Sabda Allah, penjelasan maknanya, puncaknya ungkapan syukurnya, serta berkat pengutusan. Dari situ nampak bahwa liturgi adalah sebuah bentuk doa yang kaya. Di situ orang beriman masuk ke dalam situasi yang di dalamnya dia mengenang, merasakan, serta bersyukur atas tindakan-tindakan Allah dalam hidup.

Sebagai Lex Credendi (Kaidah iman)

Apa yang kita rayakan di dalam liturgi? Pertanyaan seperti ini bisa mengantisipasi menjawab pertanyaan, mengapa liturgi membosankan. Memang bisa saja liturgi dikemassedemikian sehingga tidak memperhatikan situasi atau budaya, atau partisipan.

Liturgi seperti itu akan sangat membosankan dan bisa mendegradasi liturgi. Maka liturgi itu harus indah, serasi membawa kepada situasi perayaan dan doa yang bisa saja berbedadengan situasi sehari-hari. Kemasan itu sangat penting. Tapi isinya jangan ditukar dengan kemasan.

Sekali lagi pertanyaan, apa yang kita rayakan di dalam liturgi?Sacrosnaclum Concilium dengan bahasanya yang khas mengatakan, "Sebab melalui liturgilah terutama dalam kurban Illahi Ekaristi, terlaksana karya penebusan kita" (SC 2).

Di balik kalimat ini ada persoalanpenebusan sebagai terminus ekspresi dari tindakan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus. Kalau kita mulai berbicara tentang tindakan Allah bahkan tentang Allah itu sendiri, maka kita tidak bisa banyak berbicara. Kita berhadapan dengan istilah sebuah "rahasia" ; eskatologis.

Namun di dalam Yesus kita mengalami ini. Inilah yang kita rayakan di dalam liturgi, khususnya Perayaan Ekaristi. Di situ kita mendengarkan dan mengenangkan kisah tentang karya besar Allah bagi manusia, di situ kita bersyukur atas tindakan-Nya dalam menerima manusia yang sebenarnya tidak pantas karena dosa, di situ kita sekaligus mengingat kembali siapa kita.

Maka kalau kita mengharapkan liturgi hanya sebagai penghiburan emosional, kita berkecenderungan egoistik. Kitalah yang berbicara, kitalah yang mengharapkan, kitalah yang menentukan cara main dalam berrelasi dengan Allah. Karena liturgi itu adalah perayaan iman maka benarlah kalau ada penyataan yang berbunyi: cara berdoa mengekspresikan apa yang kita percayai.

Kalau mau kita interprestasikan secara sederhana bisa saja kita mengatakan begini: Bagaimana kita mengimani Allah dalam hidup itu terungkap dalam cara kita berliturgi. Dari katanya sendiri leitourgia, kita sebenarnya sudah mesti memahami bahwa liturgi adalah sebuah service dan worship of God. Jadi biarlah Allah yang menjadi pusat, Allah yang bertindak bagi kita di dalam Yesus Kristus.


Bersambung ke Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi 3

Demikianlah Liturgi Sebagai Lex Orandi, Lex Credendi, Lex Agendi 2, semoga bermanfaat.

Baca Juga Injil, Renungan dan Santo Santa THEKATOLIK.COM Lainnya di Google News

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url